Home » Kesmavet » Diagnosa Tuberkulosis

Diagnosa Tuberkulosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Adapun penjelasan dari masing-masing metode diagnosa tersebut sebagai berikut :

a. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Saat perkusi ditemukan pekak dan saat auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening yang tersering di daerah leher dan kadang-kadang di daerah ketiak.

b. Pemeriksaan bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik berfungsi untuk menemukan bakteri penyebab TB dan mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar/ bronkoalveolar lavage (BAL), urin, feses dan jaringan biopsi termasuk biopsi jarum halus (BJH).

Pengambilan dahak dilakukan 3 kali yaitu dahak saat kunjungan (sewaktu), keesokan harinya (pagi), pada saat mengantarkan dahak pagi (sewaktu). Selain itu, pengambilan dahak dapat juga dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar/BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan. Pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau pewarnaan Auramin-Rhodamin (khususnya untuk screening). Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dapat dibaca dengan skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) atau dapat juga dengan cara Bronkhorst. Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional dapat dilakukan dengan cara : 1.) Egg base media diantaranya : Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh; 2.) Agar base media seperti Middle brook. Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi M. tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

c. Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan standar radiologik ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif berupa : 1) Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah; 2) Kaviti, terutama lebih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular; 3) Bayangan bercak milier; 4) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif dapat berupa : fibrotik, kalsifikasi, schwarte atau penebalan pleura. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.

d. Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti TB adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Beberapa teknik yang lebih baru dapat mengidentifikasi Bakteri TB secara cepat diantaranya : Pemeriksaan BACTEC, Polymerase chain reaction (PCR), pemeriksaan serologi (Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Immunochromatographic Tuberculosis ICT, Mycodot).

e. Pemeriksaan lain

Pemeriksaan lain untuk mendiagnosa TB diantaranya : analisis cairan pleura, pemeriksaan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin. Uji tuberkulin dilakukan untuk melihat seseorang mempunyai kekebalan terhadap basil TB, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi TB. Kelemahan dari uji tuberkulin yaitu tidak dapat untuk menentukan M. tuberculosis tersebut aktif atau tidak aktif (latent). Oleh sebab itu harus dikonfirmasi dengan ada tidaknya gejala dan lesi pada foto thorak untuk mengetahui seseorang tersebut terdapat infeksi TB. Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali (timbul bulae). Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Alur Diagnosis TB Paru
Gambar 1 Alur Diagnosis TB Paru

 

 

 

 

Sumber :

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Panduan Nasional Penularan Tuberkulosis. Edisi ke-2. Jakarta : Depkes RI.

Kenyorini, Suradi, Surjanto E. 2006. Uji Tuberkulin. Jurnal Tuberkulosis Indonesia 3(2) : 5-9.

[PDPI] Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI.

About Debby Fadhilah

Keahlian saya dibidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat (penyakit zoonotik) serta dibidang higiene pangan dan keamanan pangan (food safety) terutama pangan asal hewan. Saya juga sebagai Tenaga Ahli untuk pangan di PT. ASRInternasional Indonesia.
x

Check Also

Apa Itu Leptospirosis dan Bahayanya Terhadap Hewan

Apa itu Leptospirosis dan agen penyebabnya? Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp. ...

error: Content is protected !!