Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit Ebola. Pengobatan pada penderita penyakit Ebola hanya bersifat suportif seperti pemberian infus (intravena) untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang agar volume darah dan keseimbangan elektrolit tubuh dapat terjaga, status oksigen dalam tubuh dan tekanan darah harus dijaga agar tetap stabil, pemberian analgesik untuk menghilangkan rasa sakit dan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Pemberian obat antiviral seperti ribavirin pada penderita penyakit Ebola tidak efektif. Kontrol ketat terhadap penyebaran infeksi sangat diperlukan agar dokter dan paramedis tidak tertular. Penanganan kasus penyakit harus dilakukan berdasarkan “Mobile Clinical Laboratory Manual”. Laboratorium klinik harus mendukung untuk menajemen pasien yang diduga terinfeksi dengan agen kelas IV.
Pencegahan
Upaya pencegahan terutama ditujukan untuk penularan antar manusia. Sampel, ekskresi pasien dan bahan-bahan yang kontak dengan pasien dianggap sebagai bahan yang mudah menular harus ditangani atau didekontaminasi menggunakan prosedur yang tepat. Pasien yang terinfeksi virus Ebola harus segera diisolasi. Jumlah perawat yang bertugas menangani pasien harus seminimal mungkin dan hanya mereka yang pernah mendapat pelatihan khusus yang boleh menangani pasien. Perawat maupun dokter pada saat menangani pasien harus benar-benar terlindung dengan menggunakan personal protective equipment (PPE) seperti pakaian, sarung tangan, masker, pelindung mata, topi dan sepatu khusus untuk menghindari paparan melalui darah atau cairan tubuh. Pasien yang meninggal harus segera dikremasi atau dikubur dan sebaiknya dibungkus dengan kantong pelastik serta dilakukan oleh petugas yang memakai PPE. Pasien laki-laki tidak diperbolehkan melakukan hubungan seksual sampai 3 bulan setelah penyembuhan atau sampai semen terbukti bebas dari virus. Ibu menyusui harus menghindari untuk pemberian ASI kepada anaknya minimal 15 hari setelah timbulnya penyakit karena virus Ebola juga dapat ditemukan pada ASI.
Kejadian infeksi virus Ebola di Afrika berhubungan dengan paparan jaringan hewan seperti simpanse, gorilla dan duiker ketika disembelih untuk dikonsumsi. Semua hewan liar yang sakit ataupun mati harus dihindari supaya tidak kontak atau dikonsumsi oleh manusia atau diberikan kepada hewan lain. Higiene personal yang baik perlu dilakukan untuk mengolah dan mempersiapkan daging dan ketika dikonsumsi serta daging harus dimasak sampai matang.
Baca juga mengenai: Distribusi Geografis dan Epidemiologi Penyakit Ebola
Infeksi virus Ebola juga dihubungkan dengan paparan dari gua yang banyak terdapat kelelawar, sehingga sebaiknya menghindari gua yang banyak terdapat kelelawar atau memakai PPE yang memadai meskipun penularan dari kelelawar ke manusia belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Surveilans terhadap hewan liar yang sakit atau yang mati dapat dilakukan sebagai langkah awal untuk mencegah terjadinya epidemik pada manusia.
Upaya pencegahan terhadap penularan melalui hewan dapat dilakukan dengan tindakan karantina terhadap primata non manusia sebelum dilakukan importasi untuk mencegah manusia dan hewan terutama primata non manusia yang sehat terhindar dari paparan penyakit ini. Kera dikarantina sekurangnya selama 45 hari. Hewan yang diduga terinfeksi atau terlihat sakit harus di isolasi dan ketika pemeriksaan laboratorium positif maka hewan tersebut harus dieutanasi.
Saat ini vaksinasi untuk virus Ebola belum tersedia. Teknik pengobatan dan vaksin Ebola sampai saat ini masih dalam tahap pengembangan. Para peneliti mencoba mengembangkan suatu teknik rekombinan virus vesicular stomatitis dimana virus ini memiliki kemiripan dengan virus Ebola. Penggunaan glikoprotein virus Ebola menjadi virus like particles (VLP’S) diperoleh hasil bahwa virus Ebola menghasilkan respon imun humoral dan selular sementara.
Baca juga mengenai: Pencegahan Terhadap Infeksi Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
Sumber:
Acha PN, Szyfres B. 2003. Zoonoses and Communicable Diseases Common to Man and Animals. Third Edition. Volume III. USA : Pan American Health Organization.
Bavari et al. 2002. Lipid raft microdomains : A gateway for comfort mentalized trafficking of ebola and marburg viruses. The Journal of Exp Med. 195(5):593-602.
Bente D, Gren J, Strong JE, Feldmann H. 2009. Disease modeling for Ebola and Marburg viruses. Dis Model Mech 2(1-2):12-17.
[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2009. Viral Hemorrhagic Fevers-Ebola and Marburg. Iowa: Iowa State University.Soeharsono. 2002. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.