Home » Klinik & bedah » Cara Penularan dan Patogenesis Canine Distemper Virus

Cara Penularan dan Patogenesis Canine Distemper Virus

Berikut ini kita akan membahas mengenai cara penularan dan patogenesis Canine Distemper Virus. Adapun penjelasannya dapat kita lihat di bawah ini.

Agen Penyebab

Canine Distemper Virus (CDV) adalah penyakit viral infeksius yang berpotensi menyerang pada seluruh bagian tubuh hewan seperti anjing, serigala, rubah, racoons, sigung (skunks), dan ferrets (sejenis musang). Canine Distemper Virus (CDV) merupakan virus RNA yang beruntai tunggal yang memiliki envelope dari kelompok morbilivirus yang termasuk ke dalam famili Paramyxoviridae. Virus ini erat kaitannya dengan virus penyebab penyakit campak (measles) pada manusia, rinderpest pada sapi dan distemper pada hewan lainnya.

Canine Distemper Virus tidak dapat bertahan hidup lama di luar tubuh inang dan virus ini sangat peka atau rentan terhadap pemanasan, cahaya, deterjen, kondisi asam (pH <4,4) dan berbagai desinfektan seperti fenolik dan ammonium kuarterner. Virus ini dapat bertahan pada suhu dingin dengan kelembapan yang rendah dan dapat bertahan pada pembekuan kering.

Struktur Canine Distemper Virus (CDV)Gambar 1 Struktur Canine Distemper Virus (CDV)

Penularan

Canine Distemper Virus ditularkan melalui udara/aerosol (air borne disease), dimana droplet yang mengandung partikel virus distemper tersebut berasal dari saluran pernafasan (mulai dari rongga hidung, pharynx dan paru-paru) atau sekresi nasal dari hewan penderita distemper. Selain itu, Canine Distemper Virus (CDV) juga dapat ditularkan melalui air liur (saliva) dan urin hewan yang menderita distemper.

Canine Distemper Virus dapat menyerang semua umur, namun paling sering pada anjing muda dan tingkat mortalitasnya juga lebih tinggi. Canine Distemper Virus paling sering menyerang anjing yang berusia di bawah 1 tahun (terutama anjing yang berumur antara 3 – 6 bulan) dan anjing yang tidak divaksinasi.

Patogenesis

Setelah hewan terpapar Canine Distemper Virus, virus akan menginfeksi dan bereplikasi di makrofag. Makrofag akan membawa atau menyebarkan virus ke limfoglandula lokal dan tonsil. Virus akan mencapai seluruh jaringan limfoid 4 – 6 hari setelah terinfeksi. Virus akan menyebar dan bermultifikasi di makrofag lambung, usus halus, limpa dan hati. Peningkatan jumlah virus yang menyabar di dalam tubuh mengakibatkan timbulnya demam dan lymphopenia pada awal infeksi.

Perkembangan virus distemper dalam tubuh hewan sangat tergantung dari kondisi hewan yang terinfeksi. Apabila hewan telah memiliki kekebalan, maka hewan tersebut akan menjadi subklinis dan sel yang telah terinfeksi akan lisis atau terjadi neutralisasi virus. Apabila respon imun gagal, maka akan menyebabkan timbulnya gejala klinis pada hewan dan gejala klinis akan lebih parah lagi apabila menginfeksi hewan dengan immunitas rendah, bahkan dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 2 – 4 minggu setelah infeksi. Hal ini disebabkan karena penyakit ini menyerang semua jaringan limfatik, permukaan epitel saluran respirasi, saluran pencernaan dan saluran kencing serta kelenjar endokrin dan eksokrin. Hewan dengan immunitas yang rendah akan menyebabkan virus dapat menyerang berbagai jaringan tambahan seperti kulit, sistem saraf pusat (SSP) dan kelenjar. Hewan yang dapat bertahan dari gejala awal akan tetap mempertahankan virus di jaringan dan cenderung untuk kemudian menggembangkan gejala klinis penyakit susunan saraf pusat (SSP). Virus akan disebarkan (shedding) 14 hari setelah infeksi, bahkan pada anjing dengan infeksi subklinis.

Penyebaran virus ini dalam tubuh melalui jaringan limfatik (viremia) menuju traktus respiratorius, gastrointestinal, urogenital dan terakhir pada susunan saraf pusat (SSP). Perjalanan penyakit mulai terlihat setelah 6 hari post infeksi, dimana akan terdapat nasal dan ocular discharge, hewan akan terlihat depresi dan anoreksia. Kemudian infeksi akan menyebar ke traktus gastrointestinal dan/atau traktus respiratorius. Infeksi tersebut juga dapat diikuti dengan infeksi bakteri. Infeksi akan berlanjut pada susunan saraf pusat, namun tidak selamanya infeksi ini diawali dengan infeksi sistemik.

Patogenesis penyakit saraf akibat infeksi Canine Distemper Virus bersifat kompleks. Infeksi Canine Distemper Virus pada anjing yang masih sangat muda atau menderita immunosuppressed akan mengakibatkan terjadinya akut encephalitis, dimana berkaitan dengan kerusakan langsung oleh virus. Sedangkan kronik encephalitis terjadi sebagai konsekuensi dari respon inflamasi (peradangan) terhadap antigen virus di sel sistem saraf pusat (SSP) dengan aktivasi makrofag dan pengeluaran mediator cytotoxic yang berperan dalam perusakan dan demielinisasi dari sel susunan saraf pusat.

patogenesis Canine Distemper Virus (CDV)

Sumber: http://wendyleesshihtzu.com

Gambar 2 Patogenesis Canine Distemper Virus

Sumber:

Ettinger SJ, Feldman EC. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Volume I. Edisi ke-6. 2004. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.

John D. 2000. Textbook Small Animals Medicine. London: W.B Saunders.

Mazzaferro EM. 2010. Small Animals Emergency and Critical Care. USA: Wiley-Blackwell.

About Debby Fadhilah

Keahlian saya dibidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat (penyakit zoonotik) serta dibidang higiene pangan dan keamanan pangan (food safety) terutama pangan asal hewan. Saya juga sebagai Tenaga Ahli untuk pangan di PT. ASRInternasional Indonesia.
x

Check Also

Cara Membedakan Kucing yang Terinfeksi Feline Viral Rhinotracheitis dan Feline Calicivirus

Feline viral rhinotracheitis (FVR) dan feline calicivirus (FCV) disebut juga penyakit flu kucing (cat flu). ...

error: Content is protected !!