Home » Parasitologi » Diagnosa Toxoplasma gondii

Diagnosa Toxoplasma gondii

Diagnosa terhadap Toxoplasma gondii dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis, perubahan patologi anatomi, pengamatan mikroskopis (histopatologi) dan berdasarkan pengujian serologis. Diagnosa berdasarkan gejala klinis dapat ditunjukkan dengan anoreksia, emasiasio, demam, dypnoe dan pembesaran limfoglandula, diare haemoragis, eksudat mata, kebutaan, tremor dan gerakan otot yang tidak terkoordinasi. Pada perubahan anatomi ditunjukkan dengan pembesaran dan focal nekrosis pada limfoglandula mesenterika, ulserasi pada usus (Gambar 1), nodul-nodul pada paru-paru, sarang-sarang nekrosa pada hati dan limpa, encepalomielitis. Diagnosa berdasarkan pengamatan histopatologi berupa pengambila preparat segar dari otak, otot jantung dan otot rangka di temukan T. gondii yang berbentuk memanjang dan ujungnya lancip. Flagela dan motilitas tidak dapat diamati pada preparat segar. T. Gondii tampak seperti buah pir dengan ukuran rata-rata 2-4 mikron dengan menggunakan pewarnaan. Pseudokista (takizoit) dapat ditemukan pada otak (Gambat 2), otot jantung dan otot rangka. Menemukan bentuk takizoit dapat dilakukan dengan cara biopsi pada otak atau sumsum tulang serta dapat ditemukan juga pada cairan serebrospinal dan ventrikel.

Dignosa berdasarkan gejala klinis, perubahan patologi anatomi dan pengamatan histopatologi dapat diragukan dengan penyakit infeksi yang lain karena memiliki gejala dan perubahan patologi yang hampir sama, sehingga diperlukan diagnosa yang lebih spesifik yaitu dengan pengujian serologis. Pengujian serologis untuk T. gondii diantaranya sebagai berikut:

  1. Indirect Immunofluorescent Antibody Test (IFAT)
    Uji ini didasarkan atas penghambatan pewarnaan T. gondii dengan fluorescent antibody oleh antibodi dalam tes serum. Uji ini telah digunakan secara luas dan bersama dengan teknik haemaglutinasi terbukti sebagai metode yang paling praktis untuk diagnosa T. gondii.
  2. Uji haemaglutinasi
    Merupakan pengujian dengan menggunakan sifat antigen yang mampu mengaglutinasi sel darah merah. Uji ini merupakan uji serologis murni yang banyak digunakan di laboratorium.
  3. Sabin-Feldman dye test
    Merupakan tes serologi yang biasa dipakai untuk mengukur kadar antibodi terhadap T. gondii.
  4. Uji pengikatan komplemen (Complemen Fixation Test/CFT)
    Uji ini telah digunakan secara luas untuk uji diagnosis. Antibodi pengikatan komplemen biasanya muncul lebih lambat dan menghilang lebih cepat dibandingkan dengan dideteksi oleh uji-uji lain yang hampir pada semua kasus menghilangnya antibodi selalu diikuti dengan menghilangnya gejala klinis. Antigen yang didapatkan untuk uji ini diperoleh dari membran korio-alantois embrio ayam yang terinfeksi dan dari eksudat embrional tikus.
  5. Uji kulit (skin test)
    Antigen untuk uji ini didapat dari T. gondii yang berasal dari eksudat peritoneal tikus melalui proses pembekuan dan pencairan dengan cepat. Reaksi yang terjadi adalah tipe hipersensitifitas yang tertunda, karena terdapat hubungan antara uji kulit positif dengan uji pewarnaan serum positif meskipun tidak ada hubungan antara daerah eritema pada uji kulit dengan titer antibodi serum positif.
  6. Uji ELISA
    Akhir-akhir ini ELISA mulai dikembangkan untuk mendeteksi infeksi yang baru terjadi dengan cara membandingkan estimasi antibodi IgM dan IgG. Keberadaan IgM menunjukkan adanya infeksi yang baru terjadi.
Histopatologi ulserasi pada usus (ileum) akibat Toxoplasma gondii

Sumber: Dubey 2010

Gambar 1 Histopatologi ulserasi pada usus (ileum) akibat Toxoplasma gondii. (A) edema pada lamina propria (ujung panah) dan fusi vili (panah), (B) nekrosa sel lamina propria karena takizoit (panah), (C) desquamasi permukaan epitel dan takizoit di dalam sel epitel (panah kecil) serta satu takizoit di lamina propria (panah besar), (D) kelompok vili dengan nekrosa lamina propria (panah), (E) focal ulceration pada ujung vili dan nekrosa meluas sampai mukosa muskularis

Histopatologi pada otak anak kucing yang terinfeksi secara kongenital

Sumber: Dubey 2010

Gambar 2 Histopatologi pada otak anak kucing yang terinfeksi secara kongenital. (A) dua takizoit (panah) dalam endotel kapiler, (B) Vaskulitis dengan satu takizoit terlihat (panah), (C) focus nekrosa (panah) dengan gliosis peripheral, (D) nodul glial disekitar kista jaringan T. gondii, (E) perivaskulitis dan gliosis (panah) tanpa T. gondii

Sumber:

Dubey JP. 2010. Toxoplasmosis of Animals and Humans. Edisi ke-2. USA: CRC Press.

Safar R. 2010. Parasitologi Kedokteran. Bandung: Yrama Widya.

Tampubolon MP. 2004. Protozoologi. Bogor: Pusat Studi Ilmu Hayati IPB.

Urquhart GM, Armour J, Duncan JL, Dunn AM, Jennings FW. 1996. Veterinary Parasitology. UK: Blackwell Science.

About Debby Fadhilah

Keahlian saya dibidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat (penyakit zoonotik) serta dibidang higiene pangan dan keamanan pangan (food safety) terutama pangan asal hewan. Saya juga sebagai Tenaga Ahli untuk pangan di PT. ASRInternasional Indonesia.
x

Check Also

Ektoparasit yang Dapat Menyerang Kucing

Kucing dapat terinfeksi oleh agen penyakit terutama apabila tidak dipelihara dengan baik dan benar. Salah ...

error: Content is protected !!