Corpus luteum persisten (CLP) merupakan suatu keadaan dimana corpus luteum tidak mengalami regresi dan tetap tinggal di ovarium dalam jangka waktu yang lama (>1 siklus birahi) meskipun hewan tidak bunting. Disebut persisten karena corpus luteum tetap besar ukurannya dan tetap berfungsi menghasilkan progesteron dalam waktu yang lama. Hormon progesteron berfungsi untuk mempertahankan kebuntingan, sehingga adanya progesteron akan menghambat pematangan folikel, ovulasi tidak terjadi dan menyebabkan hewan anestrus.
Corpus luteum persisten berasal dari corpus luteum normal seperti corpus luteum periodikum dan corpus luteum graviditatum. Corpus luteum periodikum adalah corpus luteum yang secara periodik ada pada setiap siklus birahi kemudian mengecil menjadi corpus albican akibat pelisisan karena pengaruh hormon PGF2α yang meningkat di akhir siklus birahi. Corpus luteum graviditatum adalah corpus luteum periodikum yang dipertahankan karena adanya kebuntingan dan lisis setelah hewan melahirkan atas pengaruh hormon PGF2α .
Gejala klinis dari corpus luteum persisten adalah anestrus dan ditemukan corpus luteum persisten di salah satu ovarium. Adanya corpus luteum persisten sering menyebabkan gangguan lainnya yaitu sebagai berikut:
- Gangguan patologi uterus seperti pyometra, maserasi, dan mummifikasi.
- Perpanjangan days open selama 30-90 hari dan menghambat involusi uterus.
- Sapi berproduksi susu tinggi karena corpus luteum akan merangsang sekresi prolaktin dan mencegah produksi FSH.
Semua bentuk corpus luteum mampu menghasilkan hormon progesterone sehingga penderita corpus luteum persisten mempunyai kadar progesteron yang tinggi di dalam darah. Tingginya progesterone menghasilkan negative feedback mechanism terhadap kelenjar hipofise anterior sehingga sekresi FSH dan LH dihambat. Akibatnya adalah proses pertumbuhan folikel baru pada ovarium tidak terjadi dan estrogen pun tidak disekresi sehingga terjadi anestrus. Penyebab tidak lisisnya corpus luteum persisten yaitu karena ketidakmampuan endometrium untuk menghasilkan hormon PGF2α.
Baca juga mengenai: Gejala Klinis dan Diagnosa Endometritis
Diagnosa dari corpus luteum persisten dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Recording siklus berahi
Hal penting yang diperlukan dalam mendiagnosa kasus corpus luteum persisten adalah dengan melihat recording atau pencatatan siklus berahi. Dengan adanya recording maka dapat diketahui sapi mana yang tidak menunjukkan gejala estrus lebih dari satu siklus.
- Palpasi perektal
Untuk diagnosa lebih lanjut perlu dilakukan palpasi perektal untuk mengetahui adanya corpus luteum, kebuntingan dan keadaan patologis pada saluran genital terutama uterus. Apabila tidak ada kebuntingan dan ditemukan corpus luteum maka dapat dikatakan adanya corpus luteum persisten dengan penyebab yang bervariasi. Hal-hal lain yang dapat ditemukan pada palpasi per rektal ini sangat tergantung dari penyakit yang menjadi penyebab corpus luteum persisten.
- Ultrasonografi (USG)
Dengan bantuan alat berupa ultrasonografi kita dapat lebih jelas mendiagnosa dari corpus luteum tersebut.
Gambar 1 Anatomi ovarium pada sapi
Gambar 2 Hasil USG ovarium pada kerbau
Terapi untuk corpus luteum persisten yaitu dengan pemberian preparat PGF2α yang berfungsi untuk melisiskan corpus luteum. Apabila terjadi gangguan pada uterus seperti endometritis harus diobati terlebih dahulu. Pemberian preparat PGF2α dapat diberikan apabila tidak ada gangguan lainnya pada uterus.
Baca juga mengenai: Pyometra dan Penyebab Terjadinya pada Hewan
Sumber:
Affandhy LS, Pratiwi WC, Ratnawati D. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Pasuruan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Connor ML. 2008. Factors Causing Uterine Infections in Cattle. www.das.psu.edu/teamdiary/ [11 Februari 2009].
Dolezel R et al. 2008. Systematic Clinical Examination of Early Pestpartum Cows and Treatment of Puerpural Metritis did not Have Any Beneficial Effect on Subsequent Reproductive Performance. Veterinaria Medicina 2008; 35(2): 59 – 69.
Partodiharjo. 1980. Ilmu reproduksi hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Peter AT. 2008. Managing Postpartum Health and Cystic Ovarian Disease. peterat@vet.purdue.edu. [18 Mei 2009].